Jadilah Pengembara Asing (bag. 2)

Oleh : Abdul Rahman Sakka

Cara Memposisikan Dunia
Seorang pengembara asing yang melintasi dunia fana dituntut untuk memaksimalkan waktunya yang sangat singkat agar menyiapkan bekal terbaiknya menuju tujuan utama perjalanannya. Waktu yang singkat jika tidak dipergunakan sebaik mungkin akan menjadi ruang kosong tanpa berisi yang tentunya menjadi kerugian besar bagi pemilik waktu tersebut. Karena itu, kehidupan dunia harus benar-benar diposisikan dengan baik dan benar. Setidaknya ada tiga cara memposisikan kehidupan dunia; memposisikan dunia sebagai darul mamar (tempat perlintasan), menjadikan dunia sebagai darul ‘amal (medan kerja), dan memposisikannya sebagai darul bala (tempat ujian).

Dunia sebagai Darul Mamarr (tempat perlintasan) Seorang pengembara asing senantiasa menjadikan dunia sebagai tempat atau negeri perlintasan bukan darul maqarr (tempat tinggal). Pengembara adalah sang pejuang yang berjuang sungguh-sungguh melintasi dunia. Ia tercipta di dunia tetapi bukan untuk hidup selamanya di dunia. Ia akan berjalan menuju tujuan utamanya, negeri akhirat.

Pengembara asing yang hebat melintasi dunia adalah yang mampu bergelut dengan dunia, tetapi tidak tercemari syahwat dan syubhat duniawi. Kenikmatan duniawi yang datang menghampirinya diletakkan di genggaman tangannya sebagai bekal, bukan di dalam hatinya sebagai jeratan.

Pengembara asing senantiasa memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak memiliki nilai apa-apa dibandingkan dengan akhirat. Bukanlah suatu kebanggaan jika memiliki dunia dan segala isinya, karena walaupun seluruh kenikmatan dunia digunakan untuk membeli keselamatan dan kebahagiaan di akhirat, tidak akan pernah cukup. Apalah artinya berleha-leha dalam cinta dunia, ketika Nabi SAW menempatkan dunia tidak lebih baik dari bangkai, dan tidak lebih berharga dari selembar sayap nyamuk. Rasulullah SAW bersabda;

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلاً مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْىٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ ‏”‏ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ ‏”‏ ‏.‏ فَقَالُوا مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَىْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ ‏”‏ أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ ‏”‏ ‏.‏ قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ لأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ ‏”‏ فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

Artinya : Dari Jabi bin Abdullah berkata; Rasulullah SAW pernah masuk pasar melalui jalan yang tinggi dengan diikuti oleh banyak di kanan dan kiri beliau. Kemudian beliau menemukan seeokr anak kambinh yang mati dengan kedua telinga yang kecil. Kemudian beliau mengangkan anak kambing tersebut dan memegang telinganya seraya berkata: siapakah dia natara kalian yang mau membei kambing ini segarga satu dirham? Orang-orang menjawab tentu kami tidak ingin membelinyaya Rasulullah, untuk apa memneli kambing yang sudah menjadi bangkai. Beliau bertanya apakah ada yang mau memilikinya tanpa membeli? Mereka menjawab Demi Allah seandainya kambing masih hidup maka kambing itu cacat telebih lagi sudah mati. Kemudian Rasulullah SAW bersabda; “Demi Allah sungguh dunia di sisi Allah nilainya lebih hina daripada hinanya bangkai anak kambing ini di mata kalian. HR. Muslim

Pengembara asing tidak pernah berfikir ingin berlama-lama di dunia karena ia juga tidak bebas berbuat sesukanya, tidak bebas memilih sekehendaknya. Ia terikat dengan aturan Pemilik negeri asing tersebut. Dunia baginya laksana penjara, sehingga ingin bercepat-cepat keluar dari penjara tersebut dan kembali ke negeri asalnya. Agar supaya bisa selamat dari penjara, ia menjaga diri dalam taat dan tunduk mengikuti aturan Penguasa penjara. Agar disukai dan dicintai Pemilik penjara, ia setia melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya.

Dunia sebagai Darul ‘Amal (medan kerja)
Meskipun dunia adalah perlintasan singkat bagi pengembara asing, tetapi ia menempatkan dunia sebagai medan kerja, arena beramal, waktu menyibukkan diri, dan tempat berjuang. Sekecil apa pun amal dan perbuatan di dunia akan mendapat balasan di akhirat. Pengembara asing bukanlah manusia lemah yang diam dalam lemah dan apatis. Ia adalah sosok manusia tangguh dan kuat yang terus bergerak dan beramal mengikuti petunjuk Allah SWT;

وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya: Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Pengembara asing adalah khalifah fi al-ard (mandataris Tuhan di muka bumi). Ia memiliki tugas dan tanggung jawab besar mengelola bumi dengan baik dan benar. Tugas khalifah Allah di muka bumi adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Q.S. Hud: 61, serta mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan manusia Q.S. al-Maidah: 16 Bumi ini harus dikelola dengan baik oleh orang baik dengan cara yang baik. Allah SWT mewariskannya hanya kepada hambaNya yang saleh. Q.S. al-Anbiya: 105. Bumi dan segala isinya adalah anugerah Allah SWT yang harus dijaga dengan baik agar supaya tetap berada dalam genggaman tangan orang-orang saleh, dan tidak terjatuh dalam kendali orang fasik dan orang kafir. Hanya di tangan orang-orang salehlah harta, kekayaan, jabatan, kekuasaan, dan kepemimpinan akan mewujudkan kemakmuran bumi dan mengantarkan manusia mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Ketika semuanya itu dikuasai dan dikelola oleh orang-orang fasik dan orang kafir, maka mereka akan gunakan di jalan kefasikan dan kekafirannya. Mereka gunakan untuk berbuat kemungkaran, menyebar kemaksiatan, dan melakukan kerusakan.
Pengembara asing memaksimalkan waktu transitnya yang singkat itu untuk menguasai harta dan kekayaan dunia sebagai bekalannya menuju ke kehidupan selanjutnya. Harta menjadi penting, karena salah satu dari lima rukun Islam adalah zakat yang merupakan ibadah harta. Siapa yang tidak punya banyak harta maka tidak akan bisa berzakat, siapa yang tidak berzakat berarti belum menunaikan rukun Islam dengan sempurna. Zakat ibadahnya orang kaya yang memiliki kelebihan harta dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Orang leluasa dan mudah untuk berinfaq di jalan Allah jika memiliki harta yang banyak. Dengan harta orang bisa berderma memberi makan fakir miskin, membantu yang lemah, menolong yang berkekurangan. Zakat, infaq, sedekah adalah bekal terbaik sang pengembara. Meskipun tidak ada jaminan bahwa setiap orang yang memiliki harta banyak akan menjadi dermawan dan gemar berinfaq.

Ia akan terus menerus beraktifitas membangun kebaikan dan menyebar kemanfaatan kepada seluruh manusia sebagaimana arahan dan petunjuk Rasulullah SAW. “Sebaik baik manusia yang paling bermanfaat kepada manusia lainnya HR. al-Tabrani”, dan “…Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya. HR. Muslim.

Pengembara asing proporsional dalam beramal yang berorientasi akhirat. Ia tidak menghabiskan waktunya hanya untuk salat, zikir dan berdoa di ruang sunyi nan gelap, lalu menjauhi indahnya cahaya dunia. Setelah melaksanakan salat, ia akan tersebar di pelosok bumi, bergelut dengan kenikmatan dan keindahan dunia mencari keutaaan Allah yang dijanjikan. Ia tidak pernah istirahat bergerak, bekerja dan beramal saleh. Tidak ada kata jedah dan jadwal pensiun. Setelah melaksakan satu pekerjaan maka ia pindah melaksanakan pekerjaan yang lainnya.

Pengembara asing tidak akan diam menyaksikan kemungkaran tersiar luas dan tersebar bebas hanya karena tidak adanya kekuatan politik. Ia mengoptimalkan waktu singkatnya dengan melibatkan diri arena kompotisi kekuasaan dan berani berdiri di atas batu licin politik. Tujuannya jelas, menjadi penguasa dan pemimpin dunia. Dengan menjadi pemimpin dunia, amar maruf nahi munkar dapat ditegakkan, Islam dapat ditampilkan sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Kalimat la Ilah illa Allah akan tersebar dan tersemai ke seluruh pelosok negeri. Kehidupan yang baldatun tayyibah wa Rabbun Gafur dapat terwujud.

Memang, menjadi pemimpin wajib bagi seorang pengembara dunia. Rasulullah SAW telah menggariskan bahwa setiap muslim adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap siapa saja yang dipimpinnya. Menjadi pemimpin yang adil adalah cita-cita besar seorang pengembara. Ia ingin menjadikan amal kepemimpinannya yang berkeadilan sebagai bekal di kehidupan akhiratnya. Ia ingin menjadi satu dari tujuh golongan manusia yang mendapat naungan khusus di akhirat saat tidak ada lagi naungan kecuali naungan Allah SWT, yaitu pemimpin yang adil.

Pengembara asing beramal secara mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. Ia bekerja dan berusaha sesuai arahan Nabi SAW bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah, memberi lebih utama dari pada meminta-minta. Mengambil tali lalu pergi mencari kayu bakar kemudian memikulnya untuk dijual jauh lebih baik dari pada meminta-minta yang kadang diberi kadang tidak.
Dunia sebagai Darul Bala (tempat ujian)
Dunia fana yang sedang di tempati adalah tempat menjalani ujian sebelum pindah dan kembali ke negeri asal. Manusia pada hakikatnya berasal dari surga. Surga adalah tempat dan rumah kita yang sesungguhnya. Lalu mengapa ada di dunia?. Bermula ketika Allah SWT menciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama, keduanya tinggal di surga. Keduanya hidup bahagia tanpa kekurangan, bebas menikmati seluruh fasilitas surga kecuali satu yang tidak boleh didekati, pohon terlarang. Namun keduanya terpengaruh rayuan iblis dan nasehat sesat setan sehingga melanggar larangan Allah SWT. Akibatnya keduanya dikeluarkan dari surga lalu diturunkan ke bumi.

Bagaimanapun, setiap perbuatan dosa pasti ada ‘iqab (hukumannya), sebagai hubungan sebab akibat. Disebabkan dosa yang dilakukannya, Adam dan Hawa pun dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi. Bumi sebagai tempatnya berlabuh ditetapkan sebagai medan ujian perjalanan hidupnya untuk kembali ke kampung asalnya.

Setiap ujian ada materi dan nilainya. Allah SWT memberi dua jenis materi ujian; pertama bentuknya kenikmatan yang senangi seperti kemujuran, keluarga dan keturunan, kesehatan, harta yang banyak, makanan dan minuman yang berlimpah. Kedua bentuknya kesengsaraan yang tidak disenangi; seperti musibah, sakit, rasa takut, lapar, tidak punya harta.
Allah SWT memberi ujian kepada manusia sesuai ukuran kemampuannya menghadapi ujian tersebut. Allah SWT Maha Bijaksana dan Maha Pengasih tidak mungkin memberikan ujian kepada hambaNya ketika hamba tersebut secara fitrawi tidak sanggup menanggung beban ujian tersebut. Tujuan Allah SWT memberi ujian kepada hambaNya untuk memperjelas kebaikan orang yang baik, ketaatan orang yang taat dan memperjelas keburukan orang yang buruk. Allah tidak melihat paling banyaknya amal, tetapi yang paling bagusnya (ahsan amala).

Jangan duga orang yang mendapat musibah itu adalah keburukan dan kehinaan baginya, boleh jadi musibah itu adalah kebaikan untuknya. Jangan juga mengira bahwa orang yang mendapatkan kenikmatan seperti limpahan materi itu adalah kemuliaan baginya boleh jadi materi itu adalah kehinaan yang Allah berikan kepadanya. Mungkin ada yang kita benci dan tidak senangi, tetapi Allah SWT menjadikannya itu kebaikan dan limpahan karunia. Betapa banyak orang saat sehatnya, atau saat kaya lupa Tuhan, tetapi tatkala sakit atau jatuh miskin ia akan selalu ingat Allah dan banyak beribadah.
Apa pun bentuk ujian tersebut pada dasarnya sama, yang membedakannya adalah cara menyikapinya dan cara memberi jawaban. Jika ujian itu bentuknya kenikmatan maka ia hadapi dengan syukur, jika ujian itu bentuknya kesengsaraan maka ia hadapi dengan sabar. Keduanya disikapi dengan keyakinan dan pikiran positif kepada Allah SWT bahwa apa pun ujian yang diterimanya maka itu sudah menjadi ketetapan Allah untuknya dan yang terbaik baginya.
Di akhir hadis, Abdullah bin Umar menambahkan satu pesan agar selalu berhati-hati dan tidak pernah menunda-nunda urusan. “Saat kesempatan itu ada di sore hari maka jangan tunggu pagi hari, jika kesempatan itu ada di pagi hari maka jangan tunggu di sore hari. Gunakan sebaik mungkin segala fasilitias kesehatan yang dimiliki sebelum datang masa sakit. Manfaatkan sebaik mungkin masa hidupmu sebelum datang kematian”.

Lakukanlah yang terbaik dikala datang kesempatan. Tidak ada kesempatan yang berulang dua kali. Kesempatan jika pergi maka selamanya dan tak akan kembali lagi. Janganlah menjadi orang yang ketika kematian menjemputnya lalu ia berkata: “wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat, supaya aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Kaum bijak berkata; “jangan menunda pekerjaanmu hingga hari esok, apa yang mampu kamu lakukan hari ini”.

Jadilah pengembara asing di dunia fana yang memiliki cita-cita besar dan visi dan misi berorientasi akhirat. Jasadnya di dunia, hati dan pikirannya di akhirat. Bekerja di dunia tujuannya akhirat. Bergelut dengan keindahan dan kenikatan duniawi yang penuh syahwat dan syubhat agar menjadi bekal perjalanan menuju akhirat dan modal untuk meraih penempatan terbaik di surga. Wallahu ‘alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *