Oleh : Abdul Rahman Sakka
Kata ikhtiar sudah lumrah di pergunakan dalam bahasa komunikasi lisan dan tulisan.. Ikhtiar merupakan kata serapan dari bahasa Arab اختار (ikhtaara) yang memiliki akar kata khayara (kha- yaa, ra). Dari kata tersebut terbentuk pula beberapa kata seperti khair yang berarti baik, kata khiyar yang dalam istilah fiqh berarti suatu keadaan yang menyebabkan aqid (pemberi akad) memiliki hak untuk memutuskan akadnya. Kata ikhtiar baik secara leksikal maupun terminologi Islam memiliki dua arti; pertama berarti pilihan, dan kedua berarti usaha atau syarat untuk mencapai maksud. Dari dua arti tersebut, kata ikhtiar melekat makna positif dan selalu berorientasi kepada kebaikan. Ikhtiar berarti memilih sesuatu yang baik dengan cara baik, dan atau usaha yang dilakukan selalu berada di jalan yang baik dan tujuannya adalah kebaikan.
A. Ikhtiar sebagai Pilihan
Memilih dan menentukan pilihan adalah keniscayaan hidup, sebab manusia diciptakan telah dilengkapi potensi dan kemampuan untuk memilih jalan hidupnya. Allah swt memberi kepada kita keleluasaan untuk memilih apa yang menjadi kehendak kita, tanpa ada interfensi. Allah swt memberi dan menunjukkan kepada kita dua jalan untuk dipilih jalan mana yang akan dilalui. “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.Q.S. al-Balad/90 ayat 10. Dua jalan tersebut adalah jalan kebaikan dan jalan keburukan. Jalan kebaikan sering disimbolkan dengan kanan dan keburukan disimbolkan dengan kiri. Meskipun kanan tidak selamanya baik, dan kiri tidak selamanya buruk. Kedua jalan tersebut kita bebas memilih sesuai kehendak diri.
Kecenderungan manusia untuk memilih salah satu dari kedua jalan tersebut seimbang, dalam artian peminat jalan kanan dan jalan kiri sama-sama banyak. Keduanya punya jumhur, punya pendukung, punya pemilih dan punya pejuang. Kenapa demikian?, karena Allah swt telah menanamkan potensi kebaikan dan potensi keburukan dalam diri manusia.” Demi jiwa serta kesempurnaannya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan jalan ketaqwaannya. Q.S. al-Syams: 7-8. Allah swt pun mempersilahkan hamba-Nya untuk menentukan pilihannya masing-masing
Pada wilayah keyakinan, Allah swttidak memaksa hamba-Nya untuk beriman atau tidak beriman kepada-Nya. Allah swt menyerahkan sepenuhnya kepada kita untuk memilih jalan keimanan atau jalan kekafiran. “Dan Katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir…”Q.S. al-Kahfi/18 ayat 29.
Dalam urusan nikmat, Allah swt melimpahkan nikmat yang tiada terhitung kepada seluruh hamba-Nya tanpa dibeda-bedakan antara yang memilih jalan kanan dan yang jalan kiri. Bayangkanlah berapa banyak manusia menggunakan nikmat itu untuk melawan perintah Allah, Pemilik dan pemberi nikmat tersebut? itulah logika pilihan, memilih sesuatu tanpa ada tekanan dan paksaan.
Lihat pula Firaun yang telah diberi kekuasaan besar, perhiasan dan harta benda yang melimpah ruah (Q.S. 10: 88), memilih menggunakannya untuk menyesatkan manusia dan mendustakan Allah swt. Bandingkan dengan Nabi Sulaiman a.s. yang telah diberi kekuasaan besar dan materi melimpah ruah yang tidak akan diberikan lagi kepada siapa pun melebihi dirinya, memilih menggunakannya di jalan ketaatan kepada Allah. “Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Q.S. al-Naml/27 ayat 40.
Hidup benar-benar pilihan. Memilih atau menentukan pilihan adalah pilihan hidup yang harus diambil. Baik aspeknya urusan dan hajat manusia, ataupun aspeknya hubungan hamba dengan Tuhan. Hanya saja, setiap pilihan yang kita ambil pasti ada konsekuensinya. Allah telah membentangkan dua jalan dalam kehidupan, bebas kita memilihnya, tetapi kedua jalan tersebut memiliki akhir dan punya konsekuensi.
Contohnya shalat lima waktu. Allah swt mewajibkan hamba-Nya untuk melaksanakan shalat, tetapi Allah swt tidak memaksakan hamba-Nya untuk melaksanakannya. Hanya saja, orang yang memilih jalan taat melaksanakan shalat maka akhir dari jalannya itu adalah surga, sebaliknya orang yang memilih tidak melaksanakan shalat akhir jalannya adalah neraka sakar.
Dalam hidup seringkali kita diperhadapkan dua kenyataan yang memaksa kita untuk memilih salah satunya dan harus mengabaikan yang lainnya karena keduanya tidak bisa diwujudkan secara bersamaan dalam tataran ideal. Dalam hal dakwah misalnya, mengajak semua orang ke jalan yang benar adalah ideal dan cita-cita tertinggi, tetapi saat idealitas itu tidak mampu diwujudkan maka memilih sebagian dari mad’u (obyek dakwah) untuk kemudian difokuskan pembinaannya menjadi prioritas kita ambil dan afdhal kita lakukan.
Ketika Nabi Musa a.s. tidak mampu mengarahkan seluruh kaumnya (Bani Israil) untuk menapaki jalan ketauhidan dan tetap tegar di jalan Allah, beliau memutuskan untuk memilih 40 orang saja dari mereka.
وَاخْتَارَ مُوسَى قَوْمَهُ سَبْعِينَ رَجُلًا لِمِيقَاتِنَا فَلَمَّا أَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ قَالَ رَبِّ لَوْ شِئْتَ أَهْلَكْتَهُمْ مِنْ قَبْلُ وَإِيَّايَ أَتُهْلِكُنَا بِمَا فَعَلَ السُّفَهَاءُ مِنَّا إِنْ هِيَ إِلَّا فِتْنَتُكَ تُضِلُّ بِهَا مَنْ تَشَاءُ وَتَهْدِي مَنْ تَشَاءُ أَنْتَ وَلِيُّنَا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ
Artinya : Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: “Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki[573]. Engkaulah yang memimpin Kami, Maka ampunilah Kami dan berilah Kami rahmat dan Engkaulah pemberi ampun yang sebaik-baiknya”. Q.S. al-‘Araf(7) ayat 155.
Menurut Muhammad bin Jarir al-Tabari dalam Jami al-Bayan ‘an Tawil al-Quran, tujuh puluh orang yang dipilih Nabi Musa a.s. dari kaumnya untuk dimohonkan ampun dari kebodohan dan sifat tergesa-gesanya merupakan perintah Allah swt. ini menandakan bahwa Musa as. pun memilih kaumnnya yang dianggap ingin baik dan berpihak kepada kebenaran
Ala kulli hal, memilih adalah hak prerogatif yang bersifat personal. Pilihan yang dikuasai perasaan berlebihan tanpa ada ruang konsultasi akal, akan menyeret hati dalam emosi yang tak terkendali. Akibatnya, tindakan sebagai buah dari pilihan tersebut seringkali berakibat buruk. Sebaliknya, pilihan yang dikuasai akal semata tanpa melibatkan perasaan hati, akan mengkerdikan nilai-nilai cinta dan kasih sayang, sehingga tidak sedikit orang menderita karena korban kehampaan cinta dan nihil kasih sayang.
Sebab itu, satukan perasaan hati dan logika secara seimbang dalam mengambil keputusan dan menentukan pilihan, dan senantiasa al-Quran dan sunnah Nabi saw menjadi rujukan setiap menentukan pilihan. Jangan pernah lupa melibatkan Allah swt dalam menentukan pilihan meskipun itu adalah hak individu yang sangat personal.
B. Ikhtiar sebagai usaha
Ikhtiar dalam arti usaha, atau syarat untuk mencapai maksud telah menjadi bahasa keseharian. Berusaha untuk mencapai sesuatu merupakan perintah agama. Beragama yang baik adalah ketika bergerak dan berusaha untuk mencapai sesuatu yang terbaik.
Penulis tidak menemukan kata ikhtiar dalam al-Quran secara sarih yang bermakna usaha. Perintah untuk berusaha banyak menggunakan kata al-amal, al-sa’y, dan al-tagyir. Berikut syarat-syarat ikhtiar yang benar.
Ikhtiar yang benar dan baik itu bernama amal saleh. Bahwa usaha atau ikhtiar yang dilakukan harus benar dan baik. Ukuran benar dan baiknya sesuatu adalah jika sejalan al-Quran dan hadis.
Memiliki visi ketauhidan. Bahwa apa pun usaha dan pekerjaan yang dilakukan hendaknya berorientasi ketauhidan. Mengawali usaha dengan nama Allah, dan tujuan dari usaha itu juga karena Allah swt. Dengan itu, berkah akan menaungi usaha tersebut
Kontinu. Sering kali usaha yang kita lakukan mengalami kegagalan. Namun kegagalan itu bukan akhir dari sebuah usaha. Berapa banyak karya besar tercipta dari kerja keras yang diawali dengan kegagalan dan usaha yang berkesinambungan tanpa ada bahasa lelah. Rasullah saw telah berpesan bahwa, “amal yang dicintai Allah adalah yang dilakukan dengan terus menerus (kontinu) meskipun kecil (hadis)”.
Balasannya sesuai bebannya. Setiap orang berusaha sesuai kesanggupan fisik, mental dan bahkan materi. Tidak ada usaha yang dilakukan kecuali akan memberi hasil. Hasil yang diraih akan selalu berbanding lurus dengan beban kerja dan kadal lelahnya. Nabi saw menasehati Aisyah r.a. ” ya Aisyah, sesungguhnya pahala yang kamu dapatkan sesuai kadar lelahmu”
Ikhtiar adalah kata dengan muatan makna yang menyatukan kata pilihan dan usaha. Usaha dan pilihan adalah wujud nyata dari suatu ikhtiar yang harus selalu bersinergi untuk mencapai al-khair (kebaikan). Pilihlah sesuatu yang baik dengan cara yang baik. Berusahalah sesuatu di jalan yang baik yang tujuannya juga untuk mencapai kebaikan. Maka kamu akan menemukan IKHTIARmu. Wallahu ‘alam